Senin, 23 Oktober 2017

Tugas Kritik Seni - YESSICA HANA NUR FADILA - 15206241013


Memeluk-2009

SUSAPTO MURDOWO, pelukis beraliran abstrak ekspresionisme asal Yogyakarta. Pendidikan awalnya di STSRI-ASRI, Seni Lukis (1982). Kemudian pada tahun 2000, Sapto melanjutkan pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB), Penciptaan Seni.
Pada awal karirnya di STSRI-ASRI, kecenderungan abstrak bebas tidak berfilosofi kuat mempengaruhi gaya lukisan Sapto. Karya-karyanya kala itu berupa pengolahan unsur seni rupa dan komposisi yang dibubuhi dengan ekspresi keindahan yang bukan berangkat dari sebuah objek. Ia tidak ingin mengungkapkan makna, hanya ekspresi saja. Namun seturut berjalannya waktu, ketika Sapto menimba ilmu di Institut Teknologi Bandung, ia mulai terbuka dan lebih teratur. Serta menerima adanya teori dibalik ekspresi.
Kecenderungan abstrak yang lebih teratur dapat kita lihat pada karya Sapto yang berjudul Memeluk (2009) ini. Sapuan kuas yang ekspresif berupa vibrasi-vibrasi menghadirkan beberapa kesan visual yang khas dan otentik. Ada beberapa kecenderungan yang dapat kita lihat pada karya-karya Sapto: (1) Ia sering mencampurkan atau mengaitkan berbagai jenis warna yang bersifat kontras. Namun secara keseluruhan, ia ingin menghasilkan efek dan sensasi visual yang bersifat esensial. (2) Untuk menghasilkan komposisi yang seimbang (harmony) tak jarang  pada karya-karyanya nampak aksen atau kejutan yang cemerlang.
Sebagai langkah menelusuri  pemikiran dan penciptaan Sapto, akan saya telaah karya “Memeluk” yang menjadi penanda kekuatan gagasannya yang sudah barang tentu beberapa lainnya memiliki nilai subjektivitas yang tidak kalah kuatnya. Beberapa pola vertikal dan horizontal yang bersilangan seakan-akan ‘memproyeksikan’ emosi dan getaran perasaannya, merekam kehidupan jiwanya akan adanya cinta dan kasih sayang dari orang-orang sekitar berupa pelukan hangat, agar ia dapat semangat menghadapi berbagai cobaan yang ia alami kala itu. Getaran itu semakin kuat ia rasakan dengan adanya bentuk-bentuk vibrasi dan berbagai warna-warni penuh cita rasa.

Sebagaimana Kandinsky sebagai bapaknya teori abstrak ekspresionisme mengatakan: “hubungan dalam seni tidak selalu menjadi bagian dari kebentukan luar, tetapi didasarkan atas simpati dalam diri pada unsur makna (meaning). Kadang-kadang, mungkin sering, kesamaan pada bentuk luar akan muncul. Tapi dalam melacak hubungan spiritual hanya makna batin yang menjadi pertimbangannya”. Maka dari itu meskipun karya-karya Sapto hampir semua menggunakan pola vibrasi, namun setiap karya memiliki makna-makna tersendiri. Gaya perupaan bukan menjadi ukuran bagus atau tidaknya, sebuah karya seni bisa dipandang sebagai sebuah ungkapan perasaan pribadi senimannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar