Memeluk-2009
SUSAPTO MURDOWO, pelukis beraliran
abstrak ekspresionisme asal Yogyakarta. Pendidikan awalnya di STSRI-ASRI, Seni
Lukis (1982). Kemudian pada tahun 2000, Sapto melanjutkan pendidikan di
Institut Teknologi Bandung (ITB), Penciptaan Seni.
Pada awal karirnya di STSRI-ASRI,
kecenderungan abstrak bebas tidak berfilosofi kuat mempengaruhi gaya lukisan
Sapto. Karya-karyanya kala itu berupa pengolahan unsur seni rupa dan komposisi
yang dibubuhi dengan ekspresi keindahan yang bukan berangkat dari sebuah objek.
Ia tidak ingin mengungkapkan makna, hanya ekspresi saja. Namun seturut
berjalannya waktu, ketika Sapto menimba ilmu di Institut Teknologi Bandung, ia
mulai terbuka dan lebih teratur. Serta menerima adanya teori dibalik ekspresi.
Kecenderungan abstrak yang lebih
teratur dapat kita lihat pada karya Sapto yang berjudul Memeluk (2009) ini. Sapuan kuas yang ekspresif berupa
vibrasi-vibrasi menghadirkan beberapa kesan visual yang khas dan otentik. Ada
beberapa kecenderungan yang dapat kita lihat pada karya-karya Sapto: (1) Ia sering mencampurkan atau
mengaitkan berbagai jenis warna yang bersifat kontras. Namun secara
keseluruhan, ia ingin menghasilkan efek dan sensasi visual yang bersifat
esensial. (2) Untuk menghasilkan komposisi yang seimbang (harmony) tak
jarang pada karya-karyanya nampak aksen
atau kejutan yang cemerlang.
Sebagai langkah menelusuri
pemikiran dan penciptaan Sapto, akan saya telaah karya “Memeluk” yang menjadi penanda kekuatan
gagasannya yang sudah barang tentu beberapa lainnya memiliki nilai
subjektivitas yang tidak kalah kuatnya. Beberapa pola vertikal dan horizontal
yang bersilangan seakan-akan ‘memproyeksikan’ emosi dan getaran perasaannya,
merekam kehidupan jiwanya akan adanya cinta dan kasih sayang dari orang-orang
sekitar berupa pelukan hangat, agar ia dapat semangat menghadapi berbagai
cobaan yang ia alami kala itu. Getaran itu semakin kuat ia rasakan dengan
adanya bentuk-bentuk vibrasi dan berbagai warna-warni penuh cita rasa.
Sebagaimana Kandinsky sebagai bapaknya teori abstrak
ekspresionisme mengatakan: “hubungan dalam seni tidak selalu menjadi bagian
dari kebentukan luar, tetapi didasarkan atas simpati dalam diri pada unsur
makna (meaning). Kadang-kadang,
mungkin sering, kesamaan pada bentuk luar akan muncul. Tapi dalam melacak
hubungan spiritual hanya makna batin yang menjadi pertimbangannya”. Maka dari
itu meskipun karya-karya Sapto hampir semua menggunakan pola vibrasi, namun
setiap karya memiliki makna-makna tersendiri. Gaya perupaan bukan menjadi
ukuran bagus atau tidaknya, sebuah karya seni bisa dipandang sebagai sebuah
ungkapan perasaan pribadi senimannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar